Senin, 13 Agustus 2018

Cahaya Bumi Lamajang : Saat Kilau Terakhir Pergi (Chapter I)

Chapter I : Cahaya Asing


Hari itu di Kota Lumajang, suhu udara sedang sangat dingin. Terlihat Angga yang sedang bermalas-malasan di balik selimut di atas kasurnya. 

“Angga, mandi le” kata seorang wanita paruh baya dari arah dapur rumahnya

Enggeh buk.. nanti aja” balas Angga kepada ibunya. 
 
Wanita berumur sekitar 50 tahun tersebut kemudian datang ke kamar Angga sambil membawa beberapa pakaian yang sudah rapi disterika. 

Kamu itu lho, mau sampai kapan malas malasan di kasur kayak gini” kata ibu

“Angga ga malas-malasan buk. Cuma emang diniatin ga bangun karna dingin” jawabnya lemas

alasan tok! Yauda yuk anterin ibuk ke kantor. Abis ini kamu tidur lagi.” sergah ibuk

“iyaaa..” jawab angga sembari bangun dengan lemas

Angga merupakan lulusan sebuah universitas ternama di Malang. Dia sudah menaruh lamaran kesana kemari namun masih belum mendapat panggilan kerja sama sekali. Bukan salah dia, perekrutan yang berbasis KKN belakangan ini menyulitkan orang-orang yang baru lulus atau Fresh Graduate untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan dalih “tidak ada orang dalam” membuat orang-orang tersebut termasuk Angga harus lebih sabar dalam mencari Pekerjaan. Padahal ibu Angga sendiri adalah pegawai kantoran. 
 
Di pagi cerah dengan suhu sekitar 20 derajat selcius itu membuat Angga harus menggunakan jaket tebal ketika mengantar ibuk ke kantor. Jarak dari rumah ke kantor sekitar 15 menit menggunakan sepeda motor. Lalu lintas terlihat renggang meskipun jam berangkat kerja, mengingat Lumajang adalah kota kecil. Dengan sedikit mengantuk, Angga putar balik setelah menurunkan ibu di depan kantor. Dengan gaya masih mengucek mata dan menguap dia melanjutkan perjalanan kembali menuju rumah. Sampai di lampu merah dia berhenti. Angka 35 di sebelah lampu lalu lintas mengisyaratkan dia harus berhenti di lampu merah selama 35 detik. Sambil sedikit melemaskan badan, dia mencoba menengok ke kanan dan kiri. Merasakan badan yang pegal-pegal padahal tidak melakukan apa-apa. Sampai tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada sebuah lampu yang menyorot ke atas, bukan. Bahkan seperti lampu dari atas yang menyorot ke bawah(?)

Dibalik rumah-rumah di sudut lampu merah cahaya itu mulai memudar, lalu menghilang. Cahaya berwarna merah tersebut membuatnya terpana dan berpikir 2 kali untuk mencerna cahaya apa itu. Lamunannya dibuyarkan oleh klakson dari kendaraan belakangnya. Berulang kali klakson dibunyikan hingga membuat Angga benar-benar terkejut dan langsung tancap gas pergi dari lampu merah tadi. 
 
“Cahaya apa ya tadi terang banget. Atau mungkin aku aja yang terlalu ngantuk hingga berhalusinasi” tukasnya dalam hati

lalu dengan motor Supra X berplat merah tersebut dia kembali melaju sampai rumah. Sesampainya di rumah, dia sudah melupakan kejadian tadi.

Sore hari, waktu menunjukan pukul 15.45, Angga berangkat lagi ke kantor untuk menjemput ibuk. Kembali melewati lampu merah, tempat dia melihat cahaya merah terang dari langit. Namun dia sudah tak lagi mengingat apa yang terjadi tadi pagi. Lagi, dia harus terjebak lampu merah. Sembari menunggu dia iseng-iseng melihat ke arah rumah tadi. “Bruak!!” suara keras dari arah rumah yang sedang dia lihat. Lalu Angga dikejutkan oleh sesosok kerbau besar berwarna hitam legam. Kerbau tersebut nampak berdiri selayaknya manusia. Badannya seperti terbentuk dari kepulan asap yang menggumpal. Matanya merah menyala. Sosok tersebut hanya berdiri di sudut rumah. Warga yang melihat kejadian tersebut sontak lari tunggang-langgang. 
 
“HANTUU!!!” teriak beberapa warga, yang lain hanya lari menyelamatkan diri. Angga hanya terdiam mematung diatas motornya. 

Kini kawasan lampu merah tersebut sudah sepi. Hanya tinggal Angga dan sosok bayangan tersebut. Kini sosok tersebut mulai bergerak. Kepalanya menoleh ke arah Angga dengan sangat pelan. Matanya yang merah menyala menatap Angga dengan sangat tajam. Angga berguman, “bukannya ini masih terlalu sore untuk para hantu muncul, lalu ini apa?” batinnya bertanya-tanya. Sosok tadi mulai bergerak, kepalanya menadah keatas lalu mengaum sekuat-kuatnya.
“Grrraaaaawwwwwrrrrrr!!!!” 

nyali Angga mulau ciut, dia sudah berencana lari dari tempat itu. Terlambat, sosok itu berlari dulu ke arahnya. Dengan sangat cepat sosok tersebut sudah berada satu meter di depan Angga dengan mulutnya yang menganga dan badan yang masih berasap. Lalu sosok tersebut melompat sekuat tenaga menjauh dari lokasi kejadian. Bayangannya menghilang tertutup rumah-rumah disekitar situ. Sontak Angga cepat cepat memacu gas menuju kantor ibuk. 

Diperjalanan menuju rumah, ibuk bercerita kalau di lampu merah yang biasa kami lewati telah terjadi kebakaran besar pada saat siang hari

“apakah ada hubungannya sama sosok kampret tadi ya?” guman Angga dalam hati. 

Ibuk melanjutkan kalau katanya kebakaran tadi sengaja dibuat oleh orang rumah supaya dapat aset pencairan asuransi.

“nah ini kita ngelewatin rumah yang tadi ibuk omongin” kata ibuk

“ooh rumah yang ini ya buk” jawab Angga 

waktu di lampu merah menunjukan 20 detik untuk kembali berwarna hijau. Namun setelah beberapa saat menunggu, dia sadar bahwa detik pada lampu merah tersebut tidak bergerak. Saat dia mau menengok ke arah ibuk, dia sadar bahwa semua area di lampu merah tersebut berubah menjadi hitam putih. Bersamaan dengan hilangnya warna, semua yang berada di area tersebut menjadi tak bergerak. Seperti membeku. Bahkan daun yang jatuhpun terlihat melayang seperti di “pause”
 
Saat dia ingin menengok ke arah ibuk, dari arah samping sudah tampak sosok kerbau yang dia lihat tadi pagi datang dengan cepat. Posisinya seperti ingin menyeruduk, namun yang terjadi justru tak terduga. Sosok tersebut memukul wajah Angga dengan sangat keras hingga dia harus terpental dari sepeda motor menuju tembok sebuah toko di sisi jalan yang lain. “BHUMM!!” suara Angga menghantam tembok membuat beberapa bata berjatuhan di badannya. Namun dengan cepat juga Angga bangkit dari reruntuhan dan memperhatikan badannya yang tidak terluka. 
 
“di dimensi ini kamu tidak akan merasakan sakit dan tubuhmu tidak akan terluka jika tidak terkena serangan tertentu” jawab sesosok bayangan lain dengan cahaya biru di badannya.

Sosok tersebut berbentuk manusia biasa yang menggunakan penutup kepala seperti helm motorcross atau traill namun dengan bentuk sedikit lebih kecil yang juga berwarna biru. Di tangan kanannya terdapat sebilah pedang dengan nyala biru dan di tangan kiri terdapat perisai.

“aku tidak tau kenapa kamu bisa berada disini, tapi kali ini diamlah disini, jangan sampai bertemu dengan kerbau itu lagi” lanjut sosok itu 

di sisi jalan yang lain, sosok kerbau itu sedang mengaum dengan suara yang melengking sambil mengeluarkan pedang dari dalam mulutnya. Tangan kanannya menarik pedang tersebut dari mulutnya.

Sosok berwarna biru itu berlari kearah kerbau tersebut dengan sangat cepat. Belum sempat Angga bertanya siapa dia, dua sosok tersebut mulai beradu pedang dengan sangat keras..

***
BERSAMBUNG