Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 Oktober 2018

Cahaya Bumi Lamajang : Saat Kilau Terakhir Pergi (Chapter 2)


Chapter 2 : Penjelasan Basir

Kerbau tersebut melompat-lompat diatas gedung tanpa ragu. Sosok biru itu juga ikut mengejar kerbau tersebut. Waktu masih berhenti dan lingkungan masih berwarna hitam putih. Angga masih melongo melihat kejadian tersebut, karena penasaran dia ikut mengejar 2 sosok misterius yang melompat-lompat diatas rumah warga. Pengejeran berhenti ketika si kerbau kembali mengaum dan berbalik arah ke sosok biru tadi. Kini mulutnya mengeluarkan sinar merah gelap yang menggumpal sangat pekat. Ia kemudian melepaskan energi perkat tersebut ke arah lawannya. Sosok biru membentuk sebuah perisai dari energi biru yang dia miliki dengan sangat cepat. Bola energi milik kerbau menghantap perisai dan meledak dengan sangat dahsyat.
“BLAMMM!!”
perisai milik sosok biru tadi berasap. Tubuh sosok biru masih utuh dan tidak luka sedikitpun. Lalu dia berkata sambil berteriak,
“Hanya segitu kemampuanmu? Susah susah aku menunggu kemunculanmu hanya ini yang kudapatkan? Hahahah dasar lemah!”
kerbau tadi langsung melesat kembali kearah sosok biru dengan tangannya yang kemudian membentuk sebuah cakar. Amarahnya meledak mendengar ucapan sosok biru tadi. Setelah berhenti tepat di depan lawannya, kerbau mulai menebaskan cakar bertubi-tubi. Sosok biru hanya menghindar dengan sangat mudah. Kedua tangannya tangannya dilipat kebelakang. Kerbau tersebut melemah terlihat dari serangannya yang mulai melambat. Serangannya tidak segesit tadi dan nafasnya mulai tersengal. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh sosok biru tadi, tangannya terlipat kebelakang itu sedang mengumpulkan energi untuk menciptakan tombak berujung petir. Ujungnya menyala biru listrik.
Setelah kerbau menyadari akan ada serangan balasan, dia melompat kebelakang. Berniat untuk menghindar dan kabur. Kerbau tersebut mendarat di salah satu rumah warga yang tertutup sedikit pohon. Dia kembali melihat sekitar memastikan sudah tak terjangkau oleh sosok biru. Namun sayang, sosok biru sudah berada di belakang dengan membawa tombak petir. Di hunuskan tombak tersebut ke arah jantung kerbau dengan sangat cepat.
“JLOOSHHHH!!” suara badan kerbau tersebut robek tepat di bagian dada.
“BLARR!!!” sebuah petir sangat dahsyat menyambar tubuh kerbau. Tubuh tersebut tersengat petir dalam beberapa detik, terbakar, hangus dan menghilang. Menyisakan 3 helai rumput mengambang di udara yang kemudian ditangkap oleh sosok biru. Kemudian ia letakan di atas selembar kertas yang kemudian dilipat dan dimasukan kedalam kantungnya.
Dari kejauhan terlihat Angga yang masih terkesima dengan kejadian itu. Sosok biru tadi menyadari kehadiran Angga lalu menghampirinya
“Sudah kubilang tunggu disana aja jangan kemana mana” sosok biru itu sewot perkataannya tidak didengarkan
“tapi, saya, saya..” Angga terbata
“Ok, perkenalkan, namaku Basir, pengguna energi alam” kata basir sembari menyodorkan tangan untuk berjabat
“Angga..” balas Angga sedikit ragu
“hey Angga, aku tau kamu bingung dengan kejadian barusan, aku bisa menjelaskannya, tapi tidak sekarang, energi ku mulai habis, aku harus segera mengisinya kembali” jelas basir sembari membuka helm trailnya yang keren. Namun ke-keren-an helmnya berbanding terbalik dengan wajahnya, wajahnya terlihat seperti bapak bapak mesum, kulitnya sawo matang, dan rambutnya yang ikal, dan dari wajahnya terlihat seperti seorang sales mesin cuci. Angga ingin tertawa dengan imajinasinya yang menebak-nebak profil Basir dari wajahnya
“aku mengerti sekarang, sosok dibalik helm ini tidak seperti yang kamu bayangkan ya” cetus Basir dengan wajah remeh
“pinjam hp mu” lanjutnya
kemudian Angga memberikan hapenya kepada Basir.
“aku uda dapet kontak WA mu dan nomerku juga uda kusimpen di hapemu. Nanti malam kita ketemuan ya, ngopi ngopi bareng lah kita sambil kujelasin apa yang sebenernya terjadi” kata Basir sambil mengembalikan hape milik Angga. Ketika angga sudah menerima hapenya kembali, dia berniat memasukan hape tersebut ke kantong celananya, sampai ada notif WA di homescreennya,
“nanti malam jangan lupa ke warung kembang di Toga ya :*” bertuliskan pengirimnya “Basir Service Mesin Cuci”
“mpppfftt malah ternyata dia tukang service nya toh, kukira salesnya hahaha” guman Angga dalam hati. Ketika dia kembali mendongak dari layar hapenya, dia baru sadar, dia sudah kembali berada di lampu merah. Semua sudah kembali seperti semula, waktu sudah berjalan dan warna dunia sudah normal tidak hitam putih lagi.
“jangan main hp waktu mengendarai motor, uda mau ijo tuh lampunya” kata ibuk dari belakang jok
“Eh iya buk, cuma buka notif tok” jawab Angga sambil memasukan hape kembali ke kantung celananya. Setelah lampu hijau, mereka melaju kerumah dengan santai seperti biasa.

**

malam sudah tiba, sesuai perjanjian tadi Angga akan menemui Basir di Warung Kembang atau bisa disingkat Warkem. Sebelum berangkat ke warkem menggunakan vespa warna biru miliknya, dia berpamitan dulu ke ibuk kalo mau ngopi sama temen di warkem toga. Ingat, berpamitan dengan orang tua itu sangat penting supaya beliau tidak khawatir. Setelah berpamitan berpakaian rapi, dia siap siap menggunakan vespanya yang diberi nama Vebi. Vebi di stater dengan cara disela. Dalam hati Angga berkata,
“Malam ini aku akan mencari kebenaran”
sambil nyela si vebi yang dari tadi gamau nyala,
“ah vebi gimana sih pake acara mogok segala” dengus Angga kesal
“dasar vespa tua, bisanya ngerepotin aja” kata Angga pada Vebi, mungkin kalo vebi bisa ngomong dia bakal balas,
“ya makanya dirawat kalo gamau ngerepotin kampret” guman vebi, seakan mendengar apa kata hati vebi, Angga meminta maaf.
“maafin aku ya vebi karena ga merawat kamu dengan baik, aku sayang kamu vebi” Angga merengek
“aku juga sayang kamu Angga, rawat aku dengan baik ya:)” balas vebi
“aku pasti merawatmu dengan baik Vebi, aku janji” jawab Angga haru
“apasihgajelasah!” kata penulisnya
setelah menggantinya dengan busi yang baru, Vebi bisa kembali menyala dan mereka berdua langsung cabut menuju Warkem di Toga. Warkem merupakan salah satu warung kopi di Lumajang yang tempatnya nyaman dan juga luas. Sangat menyenangkan untuk ngumpul-ngumpul bersama teman-teman dekat. Tidak seperti namanya, warkem tidak menyediakan kembang atau bunga sebagai camilan, melainkan kopi. Karena memang tempat ini warung kopi. Padahal namanya warung kembang.
Sesampainya disana dia langsung memesan Kucing atau Kopi Cingkir dan kemudian mencari tempat duduk.
“Aanggaaaa...!! Di sinii!!”
Dari pojokan terlihat Basir melambaikan tangan sambil memanggil Angga seperti orang minta tolong.
“wey biasa aja dong manggilnya” guman Angga dalam hati, lalu Angga menuju tempat duduk Basir dan mengambil tempat tepat di depannya. Tak lupa jabat tangan sebelum Angga duduk.
“halo Angga, gimana kabarnya? Kamu lulusan SMK ya?” Sapa Basir membuka obrolan.
“to the point aja mas, memangnya yang tadi sore itu ada kejadian apa? Apa itu semacam sihir?” tanya Angga bertubi.
“oke aku jelasin semuanya dari awal, seperti perkenalan sebelumnya aku mengenalkan diri sebagai Basir Pengguna Energi, sebelumnya kamu harus tau apa itu pengguna energi” jelas Basir, Angga hanya mengangguk angguk mendengarkan.
Basir melanjutkan, “Pengguna Energi atau kita singkat PE adalah orang yang menggunakan energi di sekitar kita dengan manajemen yang baik. Ada banyak penggunaan energi yang selama ini kita tau, ada Pembangkit listrik tenaga angin, kita bisa mendapat listrik dari hembusan angin. Itu sebagai contoh apa kamu paham?”
“iya paham, lalu?” Angga penasaran tak sabar.
“itu adalah energi fisika, energi yang terlihat. Orang orang itu juga bisa disebut PE atau Pengguna Energi. Tapi sebutan itu tidak terlalu terikat digunakan bagi orang-orang jaman sekarang” lanjut Basir.
Angga memotong pembicaraan “lalu apa? PE itu penyihir?”
“sudah kubilang dengarin dulu!” Basir meninggikan nada bicaranya, “Jadi gini, PE tadi terbagi menjadi 2, ada PE Fisika ada PE metafisika. Dan ya seperti yang kamu pikirikan, aku adalah PE Metafisika. Lebih tepatnya kita”
“kita? Jadi kalian ada banyak?” tanya Angga sambil menerima Kucing yang diantarkan oleh mbak-mbak warung
“iya, kita ada banyak, kita membentuk sebuah grup”
“grup? Organisasi maksud kalian?”
“nggak, beneran grup, grup Facebook lagi” jelasnya sambil tertawa.
“haaa??? fesbuk???” Angga terkejut mendengar penjelasannya. “ntar kalian ga ada rahasia rahasianya dong?”
“emang ga dirahasiain, tapi kebanyakan orang ga percaya, soalnya ga semua orang bisa melihat Energi Metafisika”
“ya, aku paham sih” tukas Angga sambil menyeruput Kopi Cingkirnya “trus kenapa aku bisa melihatmu melakukan itu?”
“karena kamu bagian dari kami, makanya aku menyebutnya 'kita', hahah” jelas Basir kemudian tertawa. Mendengar penjelasan itu Angga tersedak, kopinya muncrat berhamburan ke wajahnya sendiri.
“hah??? bagaimana bisa aku juga ikutan PE?” tanya Angga sambil membersihkan wajahnya dari kopi menggunakan tisu. “kan aku ga pernah tau, tertarik, atau bahkan ikut-ikut hal seperti itu, kenapa tiba-tiba aku jadi PE deh”
“banyak faktornya sih, sama kaya orang belajar gambar, ada orang yang dari bayi uda belajar gambar supaya jago, ada yang emang bakatnya gambar jadi dia kembangkan bakatnya tadi, dan yang terakhir faktor genetik atau keturunan, dia ga perlu belajar atau pun bakat, kalo emang dari sononya pinter gambar karena kakek moyangnya ya pinter gambar aja itu orang”
“lalu aku tergolong yang mana?”
“entahlah, kan kamu yang ngalamin. Yang jelas, PE akan semakin kuat ketika ketemu PE yang lain” tambah Basir
Angga terdiam, dia masih bingung dengan semua penjelasan tadi. Yang tanpa disadari pengunjung warung mulai sepi karena dinginnya malam Kota Lumajang kian menusuk.

Bersambung lagi..
_____________________________________________________________________
pojok penulis;
halo pembaca, karena dorongan pembaca budiman sekalian akhirnya saya kembali melanjutkan novel yang mungkin suatu hari saya terbitkan ini. Semoga ya. Terbit dari timur kaya matahari. Oke terimakasih buat kamu yang masih membaca hingga baris ini. Terima kasih banyak. Penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran ttg penulisannya. Bisa di kolom komentar, di ig, twitter, wa, facebook, atau datang kerumah sambil bawa ayam potong warna hitam juga gapapa. Pokoknya terima kasih banyakk!!

Senin, 13 Agustus 2018

Cahaya Bumi Lamajang : Saat Kilau Terakhir Pergi (Chapter I)

Chapter I : Cahaya Asing


Hari itu di Kota Lumajang, suhu udara sedang sangat dingin. Terlihat Angga yang sedang bermalas-malasan di balik selimut di atas kasurnya. 

“Angga, mandi le” kata seorang wanita paruh baya dari arah dapur rumahnya

Enggeh buk.. nanti aja” balas Angga kepada ibunya. 
 
Wanita berumur sekitar 50 tahun tersebut kemudian datang ke kamar Angga sambil membawa beberapa pakaian yang sudah rapi disterika. 

Kamu itu lho, mau sampai kapan malas malasan di kasur kayak gini” kata ibu

“Angga ga malas-malasan buk. Cuma emang diniatin ga bangun karna dingin” jawabnya lemas

alasan tok! Yauda yuk anterin ibuk ke kantor. Abis ini kamu tidur lagi.” sergah ibuk

“iyaaa..” jawab angga sembari bangun dengan lemas

Angga merupakan lulusan sebuah universitas ternama di Malang. Dia sudah menaruh lamaran kesana kemari namun masih belum mendapat panggilan kerja sama sekali. Bukan salah dia, perekrutan yang berbasis KKN belakangan ini menyulitkan orang-orang yang baru lulus atau Fresh Graduate untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan dalih “tidak ada orang dalam” membuat orang-orang tersebut termasuk Angga harus lebih sabar dalam mencari Pekerjaan. Padahal ibu Angga sendiri adalah pegawai kantoran. 
 
Di pagi cerah dengan suhu sekitar 20 derajat selcius itu membuat Angga harus menggunakan jaket tebal ketika mengantar ibuk ke kantor. Jarak dari rumah ke kantor sekitar 15 menit menggunakan sepeda motor. Lalu lintas terlihat renggang meskipun jam berangkat kerja, mengingat Lumajang adalah kota kecil. Dengan sedikit mengantuk, Angga putar balik setelah menurunkan ibu di depan kantor. Dengan gaya masih mengucek mata dan menguap dia melanjutkan perjalanan kembali menuju rumah. Sampai di lampu merah dia berhenti. Angka 35 di sebelah lampu lalu lintas mengisyaratkan dia harus berhenti di lampu merah selama 35 detik. Sambil sedikit melemaskan badan, dia mencoba menengok ke kanan dan kiri. Merasakan badan yang pegal-pegal padahal tidak melakukan apa-apa. Sampai tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada sebuah lampu yang menyorot ke atas, bukan. Bahkan seperti lampu dari atas yang menyorot ke bawah(?)

Dibalik rumah-rumah di sudut lampu merah cahaya itu mulai memudar, lalu menghilang. Cahaya berwarna merah tersebut membuatnya terpana dan berpikir 2 kali untuk mencerna cahaya apa itu. Lamunannya dibuyarkan oleh klakson dari kendaraan belakangnya. Berulang kali klakson dibunyikan hingga membuat Angga benar-benar terkejut dan langsung tancap gas pergi dari lampu merah tadi. 
 
“Cahaya apa ya tadi terang banget. Atau mungkin aku aja yang terlalu ngantuk hingga berhalusinasi” tukasnya dalam hati

lalu dengan motor Supra X berplat merah tersebut dia kembali melaju sampai rumah. Sesampainya di rumah, dia sudah melupakan kejadian tadi.

Sore hari, waktu menunjukan pukul 15.45, Angga berangkat lagi ke kantor untuk menjemput ibuk. Kembali melewati lampu merah, tempat dia melihat cahaya merah terang dari langit. Namun dia sudah tak lagi mengingat apa yang terjadi tadi pagi. Lagi, dia harus terjebak lampu merah. Sembari menunggu dia iseng-iseng melihat ke arah rumah tadi. “Bruak!!” suara keras dari arah rumah yang sedang dia lihat. Lalu Angga dikejutkan oleh sesosok kerbau besar berwarna hitam legam. Kerbau tersebut nampak berdiri selayaknya manusia. Badannya seperti terbentuk dari kepulan asap yang menggumpal. Matanya merah menyala. Sosok tersebut hanya berdiri di sudut rumah. Warga yang melihat kejadian tersebut sontak lari tunggang-langgang. 
 
“HANTUU!!!” teriak beberapa warga, yang lain hanya lari menyelamatkan diri. Angga hanya terdiam mematung diatas motornya. 

Kini kawasan lampu merah tersebut sudah sepi. Hanya tinggal Angga dan sosok bayangan tersebut. Kini sosok tersebut mulai bergerak. Kepalanya menoleh ke arah Angga dengan sangat pelan. Matanya yang merah menyala menatap Angga dengan sangat tajam. Angga berguman, “bukannya ini masih terlalu sore untuk para hantu muncul, lalu ini apa?” batinnya bertanya-tanya. Sosok tadi mulai bergerak, kepalanya menadah keatas lalu mengaum sekuat-kuatnya.
“Grrraaaaawwwwwrrrrrr!!!!” 

nyali Angga mulau ciut, dia sudah berencana lari dari tempat itu. Terlambat, sosok itu berlari dulu ke arahnya. Dengan sangat cepat sosok tersebut sudah berada satu meter di depan Angga dengan mulutnya yang menganga dan badan yang masih berasap. Lalu sosok tersebut melompat sekuat tenaga menjauh dari lokasi kejadian. Bayangannya menghilang tertutup rumah-rumah disekitar situ. Sontak Angga cepat cepat memacu gas menuju kantor ibuk. 

Diperjalanan menuju rumah, ibuk bercerita kalau di lampu merah yang biasa kami lewati telah terjadi kebakaran besar pada saat siang hari

“apakah ada hubungannya sama sosok kampret tadi ya?” guman Angga dalam hati. 

Ibuk melanjutkan kalau katanya kebakaran tadi sengaja dibuat oleh orang rumah supaya dapat aset pencairan asuransi.

“nah ini kita ngelewatin rumah yang tadi ibuk omongin” kata ibuk

“ooh rumah yang ini ya buk” jawab Angga 

waktu di lampu merah menunjukan 20 detik untuk kembali berwarna hijau. Namun setelah beberapa saat menunggu, dia sadar bahwa detik pada lampu merah tersebut tidak bergerak. Saat dia mau menengok ke arah ibuk, dia sadar bahwa semua area di lampu merah tersebut berubah menjadi hitam putih. Bersamaan dengan hilangnya warna, semua yang berada di area tersebut menjadi tak bergerak. Seperti membeku. Bahkan daun yang jatuhpun terlihat melayang seperti di “pause”
 
Saat dia ingin menengok ke arah ibuk, dari arah samping sudah tampak sosok kerbau yang dia lihat tadi pagi datang dengan cepat. Posisinya seperti ingin menyeruduk, namun yang terjadi justru tak terduga. Sosok tersebut memukul wajah Angga dengan sangat keras hingga dia harus terpental dari sepeda motor menuju tembok sebuah toko di sisi jalan yang lain. “BHUMM!!” suara Angga menghantam tembok membuat beberapa bata berjatuhan di badannya. Namun dengan cepat juga Angga bangkit dari reruntuhan dan memperhatikan badannya yang tidak terluka. 
 
“di dimensi ini kamu tidak akan merasakan sakit dan tubuhmu tidak akan terluka jika tidak terkena serangan tertentu” jawab sesosok bayangan lain dengan cahaya biru di badannya.

Sosok tersebut berbentuk manusia biasa yang menggunakan penutup kepala seperti helm motorcross atau traill namun dengan bentuk sedikit lebih kecil yang juga berwarna biru. Di tangan kanannya terdapat sebilah pedang dengan nyala biru dan di tangan kiri terdapat perisai.

“aku tidak tau kenapa kamu bisa berada disini, tapi kali ini diamlah disini, jangan sampai bertemu dengan kerbau itu lagi” lanjut sosok itu 

di sisi jalan yang lain, sosok kerbau itu sedang mengaum dengan suara yang melengking sambil mengeluarkan pedang dari dalam mulutnya. Tangan kanannya menarik pedang tersebut dari mulutnya.

Sosok berwarna biru itu berlari kearah kerbau tersebut dengan sangat cepat. Belum sempat Angga bertanya siapa dia, dua sosok tersebut mulai beradu pedang dengan sangat keras..

***
BERSAMBUNG