Senin, 29 Mei 2017

gunung


Dear gunung yang kurindukan,

Hari ini tak seperti biasanya. Semarang malam sangat berangin. Dingin dengan segala kesunyianmu. Mengingatkanku pada sebuah tempat. Gunung. Hawa dan hembusan angin ini membuatku memejamkan mata menuju angan yang lain. Suasana perbukitan dengan aroma malammu yang khas. Bau rumput dan dedaunan yang segar, tak tertinggal embun dan kabut memenuhi pandangan mata. Hampir setiap malam begitu suasanamu. Mungkin ditambah gurauan sahabat dan kenalan di atas dataran tinggi ini. Aku kemudian ingat segala kenangan tentang malam damai beserta segala memori tentang alam. Alam yang dulu sering muncul dalam bedge organisasi saat itu.

Di lewat dini hari ini aku duduk di teras lantai 2 kosan ku di Semarang. Tempat yang jauh dari asalku. Malam ini aku sedang sangat merindukan gunung. Aku rindu tempatmu, aku rindu suasamu, aku rindu persahabatanmu, aku rindu lelah letih menujumu, aku rindu matahari terbitmu, aku rindu sampahmu, aku rindu masakanmu, aku rindu rerumputanmu, aku rindu hutanmu, aku rindu tanah tandusmu, aku rindu semua tentang mu. Aku selalu kagum terhadapmu. Kagum bagaimana cara mu berdiri menghadap langit, melawan terpaan angin, membisu di ketinggian.

Namun berikutnya, aku sedikit membencimu. Dulu kamu hanya milikku. Sekarang, hampir semua orang mengagumimu. Awalnya aku senang karena mereka sadar tentang kemegahanmu. Kemudian banyak orang mulai mendatangimu. Mereka memujamu dan mengambil fotomu. Menujumu tanpa mencintaimu. Mereka berbondong – bondong datang kepadamu tanpa tau siapa kamu. Yang mereka pedulikan hanyalah mereka berhasil menaklukanmu. Aku tidak suka jika banyak yang menyukaimu. Aku benci. Egois memang. Tapi dalam hati aku benar – benar tidak suka jika orang lain menyukaimu selain aku. Aku tidak jatuh cinta padamu gunung, aku hanya mengagumi mu. Namun, sekarang kamu dengan mudah dimiliki orang. Aku merasa tidak memilikimu lagi. Aku tidak tau kemu melupakanku atau tidak, aku hanya tau kamu sudah tidak seperti dulu. Sehingga aku memutuskan untuk melupakanmu.

Sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Bahkan hampir melupakan kemegahanmu. Malam ini berbeda. Tiba tiba hembusan angin dingin mu membelaiku ketika aku pulang dari warung kopi tadi. Sehingga malam ini kunikmati dengan hanya terduduk di balkon kos ku. Aku sedang memanggilmu dalam imajinasiku. Tak perlu tersampaikan atau tidak, aku hanya merindumu. Bukan aku ingin benar benar melupakanmu, aku hanya tidak suka mereka memperlakukanmu seenaknya. Mereka tidak berkenalan saat mereka menghampirimu. Gunung, aku kecewa pada mereka yang datang tanpa memberi apapun kepadamu. Aku mengkhawatirkanmu. Aku akan lebih sering marah jika berbicara tentang dirimu yang sedang ramai jadi pusat perhatian. Aku memarahi mereka yang denga mudah pergi darimu tanpa pamit. Aku mengenalmu gunung, bahkan terlalu akrab. Maka dari itu jika salah satu dari mereka tidak menghormatimu, aku akan memberi tahunya dengan nada tinggi. Banyak yang bilang aku sok tau tentangmu. Ku acuhkan mereka karena ini demi kebaikanmu. Tak ku hiraukan perkataan mereka tentang jangan sok ngatur ketika mendatangimu. Kamu terlalu berharga buatku. Karena kamu bagian dari metamorfosa hidup yang membentuk diriku menjadi seperti ini. Terimakasih gunung, atas segala hal yang telah kau ajarkan padaku.



Pengagummu

afif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar