Dear
gunung yang kurindukan,
Hari
ini tak seperti biasanya. Semarang malam sangat berangin. Dingin
dengan segala kesunyianmu. Mengingatkanku pada sebuah tempat. Gunung.
Hawa dan hembusan angin ini membuatku memejamkan mata menuju angan
yang lain. Suasana perbukitan dengan aroma malammu yang khas. Bau
rumput dan dedaunan yang segar, tak tertinggal embun dan kabut
memenuhi pandangan mata. Hampir setiap malam begitu suasanamu.
Mungkin ditambah gurauan sahabat dan kenalan di atas dataran tinggi
ini. Aku kemudian ingat segala kenangan tentang malam damai beserta
segala memori tentang alam. Alam yang dulu sering muncul dalam bedge
organisasi saat itu.
Di
lewat dini hari ini aku duduk di teras lantai 2 kosan ku di Semarang.
Tempat yang jauh dari asalku. Malam ini aku sedang sangat merindukan
gunung. Aku rindu tempatmu, aku rindu suasamu, aku rindu
persahabatanmu, aku rindu lelah letih menujumu, aku rindu matahari
terbitmu, aku rindu sampahmu, aku rindu masakanmu, aku rindu
rerumputanmu, aku rindu hutanmu, aku rindu tanah tandusmu, aku rindu
semua tentang mu. Aku selalu kagum terhadapmu. Kagum bagaimana cara
mu berdiri menghadap langit, melawan terpaan angin, membisu di
ketinggian.
Namun
berikutnya, aku sedikit membencimu. Dulu kamu hanya milikku.
Sekarang, hampir semua orang mengagumimu. Awalnya aku senang karena
mereka sadar tentang kemegahanmu. Kemudian banyak orang mulai
mendatangimu. Mereka memujamu dan mengambil fotomu. Menujumu tanpa
mencintaimu. Mereka berbondong – bondong datang kepadamu tanpa tau
siapa kamu. Yang mereka pedulikan hanyalah mereka berhasil
menaklukanmu. Aku tidak suka jika banyak yang menyukaimu. Aku benci.
Egois memang. Tapi dalam hati aku benar – benar tidak suka jika
orang lain menyukaimu selain aku. Aku tidak jatuh cinta padamu
gunung, aku hanya mengagumi mu. Namun, sekarang kamu dengan mudah
dimiliki orang. Aku merasa tidak memilikimu lagi. Aku tidak tau kemu
melupakanku atau tidak, aku hanya tau kamu sudah tidak seperti dulu.
Sehingga aku memutuskan untuk melupakanmu.
Sudah
lama aku tidak bertemu denganmu. Bahkan hampir melupakan kemegahanmu.
Malam ini berbeda. Tiba tiba hembusan angin dingin mu membelaiku
ketika aku pulang dari warung kopi tadi. Sehingga malam ini kunikmati
dengan hanya terduduk di balkon kos ku. Aku sedang memanggilmu dalam
imajinasiku. Tak perlu tersampaikan atau tidak, aku hanya merindumu.
Bukan aku ingin benar benar melupakanmu, aku hanya tidak suka mereka
memperlakukanmu seenaknya. Mereka tidak berkenalan saat mereka
menghampirimu. Gunung, aku kecewa pada mereka yang datang tanpa
memberi apapun kepadamu. Aku mengkhawatirkanmu. Aku akan lebih sering
marah jika berbicara tentang dirimu yang sedang ramai jadi pusat
perhatian. Aku memarahi mereka yang denga mudah pergi darimu tanpa
pamit. Aku mengenalmu gunung, bahkan terlalu akrab. Maka dari itu
jika salah satu dari mereka tidak menghormatimu, aku akan memberi
tahunya dengan nada tinggi. Banyak yang bilang aku sok tau tentangmu.
Ku acuhkan mereka karena ini demi kebaikanmu. Tak ku hiraukan
perkataan mereka tentang jangan sok ngatur ketika mendatangimu. Kamu
terlalu berharga buatku. Karena kamu bagian dari metamorfosa hidup
yang membentuk diriku menjadi seperti ini. Terimakasih gunung, atas
segala hal yang telah kau ajarkan padaku.
Pengagummu
afif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar