Sabtu, 25 Februari 2017

Akhirnya Dia Datang

sumber gambar : http://blog.act.id/wp-content/uploads/2015/08/berkah-hujan-kemarau.jpg



Hujan adalah hal yang tidak mereka sukai. Mereka menganggap hujan akan menghambat aktifitas dan perkerjaan mereka. Padahal hujan turun dengan bahagia, tapi tak sedikit yang mengilhaminya duka. Hujan tidak sendirian, dia bersama awan hitam dan kilatan petir. Sesekali guntur ikut menyorakkan suasana. Hujan dianggap pengacau disegala kegiatan, karena hujan menyebabkan banyak hal basah. Menyebabkan para tamu undangan tidak dapat menghadiri acara tempat mereka diundang, membuat para partisipan car free day tidak dapat turun ke jalan, menghasilkan genangan air dimana – mana yang membuat pasar semakin becek. Membuat kekacauan dari banjir hingga tanah longsor. Begitu kata mereka yang tidak menyukai hujan. Berbeda dengan para pendamba hujan yang sangat bahagia ketika hujan turun. Andai aku bisa menari, mungkin aku sudah berdansa dibawah hujan. Namun apa daya, yang kubisa lakukan hanya berdiri dibawah hujan dan hanya tersenyum, memejamkan mata, dan kutadahkan wajahku keangkasa membiarkan rintiknya berjatuhan membasahinya. Geli rasanya ketika mereka berjatuhan dengan begitu lebatnya di semua anggota tubuhku. Namun karena aku mengaguminya, kubiarkan dia menjamah seluruh bagian tubuhku tanpa terkecuali. Kulihat butiran air itu datang dengan menyengaja, menyengaja terhadap bumi yang lama tak basah. Berjuta ton air itu melewati akar – akarku dan dengan senang hati aku mengambil dan menyerap semampuku dan dengan floem yang tak henti bekerja keras mengirim ke penjuru batang tubuh. Kini tanah sekitarku basah. Atau yang kalian sering bilang becek, berlumpur, dan menggenang. Aku suka dengan kondisi itu, membuat tanah lebih gembur dan akar – akarku melesat dengan kokoh di bawah lapisan tanah.

 Hujan yang kalian sesali adalah hujan yang kami sukai, diimpikan selama berhari – hari. Tanpanya kami tak akan mampu bertahan di bumi yang semakin panas dengan sendirinya. Bukan sendirinya, melainkan karna kalian yang mulai malas mejaganya. Hujan ini menjagaku dari kekeringan dan kehausan. Bagaimana tidak, kalian yang semakin acuh dengan keberadaanku. Jangankan menyiram, pedulipun tidak. Hingga Tuhan sendiri yang menyiramiku secara langsung. Hujan itulah bentuk pertolonganNya padaku. Hujan yang kalian sesali menghasilkan bibit – bibit baru untuk kelangsungan hidupku, bukan hanya aku, tapi tentu juga kalian yang membutuhkanku mengolah Karbon Dioksida dan Karbon Monoksida sebagai Oksigen yang kalian hirup. Ketahuilah jika semua itu terjadi atas ijinNya. Maka jangan terlalu murka dengan oksigen yang kalian hirup secara cuma – Cuma.
 
Terimakasih hujan yang mampu menyambung kembali rasa lapar yang mendera berhari – hari dan terimakasih banyak Sang Penurun Hujan karena tanpaMu ini tak akan terjadi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar