Begitu anggapan bagi sebagian orang. jadi ini adalah
prespektive pribadi mengenai demo atau unjuk rasa yang dilakukan oleh
mahasiswa. Mungkin tidak hanya mahasiswa, segala lapisan masyarakat berhak
melakukan demo untuk mengapresiasikan pendapat mereka. Saya sendiri sebenarnya
bukan orang yang terlalu kritis dan peka terhadap apa yang sedang menjadi di
masyarakat.
Sebelum kuliah, beberapa kali saya melihat di televisi tentang demo
yang menurut saya waktu itu memang kurang kerjaan. Turun ke jalan, teriak –
teriak, bentrok, baku hantam, gas air mata, adalah hal – hal yang ada dalam
pikiran saya kala itu mengenai kegiatan tersebut. Lalu pandangan saya berubah
ketika masuk perkuliahan ini. Pada waktu semester awal, saya iseng mengikuti
sebuah demo tentang sengketa lahan. Ya benar, hanya iseng. Sekali lagi. Iseng. Waktu itu yang saya paham adalah
demo saat itu membutuhkan masa yang banyak untuk melakukaknnya. Dengan diajak
beberapa teman juga akhirnya saya mengikutinya. Demo waktu itu diselenggarakan
di pengadilan Semarang. Kami beramai – ramai berangkat dari kampus Undip
tembalang menggunakan motor. Segala atribut mulai dari bendera, slogan, dan
atribut lainnya dipersiapkan untuk demo tersebut. Bahkan saya membonceng seseorang
yang belum saya kenal, lalu yang berikutnya saya ketahui dia bernama mbak
Tongky hits FIB yang tidak suka dipanggil mbak. Oke skip.
Meeting point para peserta unjuk rasa ini berada di museum
ronggowarsito semarang. Jadi rencananya akan melakukan longmarch ke pengadilan.
Disitu kami bertemu dengan mahasiswa dari universitas lain. Almamater pun berwarna – warni. Mulai dari
kuning, biru dongker, merah marun, biru, hijau, semuanya berkumpul di depan
museum. Lalu kami semua berkumpul dan melakukan yel – yel mahasiswa. Menyanyikan
lagu tentang kepedulian sosial dan segala gema perjuangan. Saya tidak terlalu
kagum, karena saya juga pernah melakukan waktu masih aktif komunitas pecinta
alam di kampung halaman. Bahkan ketika mereka (gabungan mahasiswa) membuat
lingkaran dan mulai menyanyi – nyanyi dan orasi, saya minggir dan melihat
mereka dari kejauhan. Saya berpikir tentang apa yang mereka lakukan. Kurang kerjaan. Guman saya dalam hati. Disamping
saya tidak hapal lagunya, cuaca saat itu juga terik. Jadi saya memutuskan untuk
meneduh di pepohonan di pinggiran tempat parkir itu. Sampai pandangan saya
tertuju pada truk. Sekitar 10 truk masuk ke parkiran museum. Truk – truk tersebut
berisikan petani Kendeng. Ya, petani yang sedang terkena masalah sengketa lahan
dengan sebuah perusahaan semen di Indonesia. Jumlah mereka sangat banyak. Mungkin
hampir sama dengan jumlah mahasiswa atau bahkan lebih. Mereka membawa tulisan –
tulisan untuk meminta pembebasan lahan mereka. Turunnya mereka dari truk,
membuat saya penasaran dan mendekat ke kerumunan mahasiswa dan para petani itu.
Para mahasiswa juga masih menyuarakan orasi tentang
kedatangan para pejuang kendeng itu. Begitu mereka menyebutnya. mereka, para
mahasiswa dan para petani melebur dalam sebuah lingkaran. Mereka begitu
bersemangat. Rasa penasaran mengantarkanku ke tengah – tengah sekumpulan itu. Para
mahasiswa yang bernyanyi dan berorasi itu berhenti ketika dua kelompok itu
benar – benar melebur. Kami saling melihat. Lalu salah seorang dari petani
memberikan aba – aba untuk menyanyikan Indonesia Raya. Disinilah saya mematung,
mereka semua bernyanyi dengan hikmat. Saya melihat wajah – wajah lusuh para
petani dan dan wajah semangat dari para mahasiswa. Disini saya tertegun. Mereka
benar – benar berjuang untuk hidup, bukan untuk main – main dan sekedar mencari
muka dan dikasihani. Mereka benar – benar bernyanyi untuk Indonesia yang
seharusnya RAYA. Raya tanpa pengecualian. Tanpa saya sadari, air mata ini mulai
keluar. Hampir membasahi pipi namun segera saya usap keran malu jika dilihat
salah satu teman saya. Di bait kedua, saya ikut bernyanyi dengan suara gemetar
yang saya paksa lantang. Saya tak kuat melihat para petani itu memperjuangkan
tanahnya sendirian. Disana ada anak – anak, bapak – bapak, bahkan ibu – ibu yang
berpakaian layaknya ibu pada umumnya. Mereka semua memperjuangkan apa yang
menjadi hak nya. Ini nyata. Ini benar – benar manusia yang berada di hadapanku.
Tidak lagi melihat di televisi, tidak lagi rekayasa para warta berita. Ini benar
benar terjadi di depan mataku. Setelah bemediasi dan berkoordinasi antara
mahasiswa dan petani kendeng, kami semua berjalan menuju pengadilan dengan
tertib dan mendengarkan keputusan dari majelis hakim.
Disini saya bukan ingin membahas demo itu benar atau salah,
apalagi membahas permasalahan yang sedang menjadi tokoh utama demo tersebut. Saya
tidak terlalu mengerti tentang hukum. Bahkan mungkin bisa dibilang saya tidak
peduli. Namun berbeda dengan orang – orang yang menyerahkan jiwa, raga, dan
materi mereka untuk peduli terhadap kejadian sosial seperti ini. Tokoh tokoh
mahasiswa, maupun bukan, baik yang fokal atau ikutan, ingin sekali saya
mempertanyakan kenapa mereka bisa ikut serta dalam aksi unjuk rasa ini. “kemanusiaan”. Saya
berterimakasih kepada semua orang yang masih peduli dengan orang yang lain. Orang
– orang yang mengorbankan absen kuliah mereka, absen kantor, makan, tidur
siang, cuci baju, piknik, hanya untuk membela sesama manusia. Supaya manusia –
manusia itu tidak direndahkan oleh manusia yang lain. Oleh manusia – manusia gila
jabatan yang seenaknya berbuat. Saya tidak memposisikan diri sebagai pro atau
kontra di salah satu pihak. Saya hanya memberikan pandangan yang saya alami. Di
kejadian sebenarnya, ketika kemanusiaan
mulai diperjual – belikan oleh manusianya.
Kenapa mereka
begitu ikhlas mengikuti berbagai tahapan dan proses dari pengadilan hingga
akhir. Disini saya tidak mengajak anda para pembaca sekalian untuk ikut demo. Tidak.
Saya hanya menyampaikan apa yang terjadi di lokasi berbeda dengan yang di layar
kaca. Orang – orang ini begitu ikhlas. Mungkin anda anda akan membenci ketika
ada demo tentang agama, korupsi, gaji, namun semua akan berbeda. Ketika yang diperjuangkan adalah hati nurani terhadap kemanusiaan.
Semoga kita selalu diberi kesehatan dan keselamatan. Diberi
kecerdasan dan akal pikiran. Dan yang terpenting adalah hati nurani.
Jaya rakyat Indonesia!
*ngomong - ngomong itu foto terakhir demo rembang yang akhirnya dimenangkan para petani, di gedung gubernuran, jalan pahlawan simpang lima.
*ngomong - ngomong itu foto terakhir demo rembang yang akhirnya dimenangkan para petani, di gedung gubernuran, jalan pahlawan simpang lima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar