Rabu, 01 Februari 2017

MAHASISWA DEMO ? KURANG KERJAAN! | jalan - jalan senja


Begitu anggapan bagi sebagian orang. jadi ini adalah prespektive pribadi mengenai demo atau unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa. Mungkin tidak hanya mahasiswa, segala lapisan masyarakat berhak melakukan demo untuk mengapresiasikan pendapat mereka. Saya sendiri sebenarnya bukan orang yang terlalu kritis dan peka terhadap apa yang sedang menjadi di masyarakat. 



Sebelum kuliah, beberapa kali saya melihat di televisi tentang demo yang menurut saya waktu itu memang kurang kerjaan. Turun ke jalan, teriak – teriak, bentrok, baku hantam, gas air mata, adalah hal – hal yang ada dalam pikiran saya kala itu mengenai kegiatan tersebut. Lalu pandangan saya berubah ketika masuk perkuliahan ini. Pada waktu semester awal, saya iseng mengikuti sebuah demo tentang sengketa lahan. Ya benar, hanya iseng. Sekali lagi. Iseng. Waktu itu yang saya paham adalah demo saat itu membutuhkan masa yang banyak untuk melakukaknnya. Dengan diajak beberapa teman juga akhirnya saya mengikutinya. Demo waktu itu diselenggarakan di pengadilan Semarang. Kami beramai – ramai berangkat dari kampus Undip tembalang menggunakan motor. Segala atribut mulai dari bendera, slogan, dan atribut lainnya dipersiapkan untuk demo tersebut. Bahkan saya membonceng seseorang yang belum saya kenal, lalu yang berikutnya saya ketahui dia bernama mbak Tongky hits FIB yang tidak suka dipanggil mbak. Oke skip. 


Meeting point para peserta unjuk rasa ini berada di museum ronggowarsito semarang. Jadi rencananya akan melakukan longmarch ke pengadilan. Disitu kami bertemu dengan mahasiswa dari universitas lain.  Almamater pun berwarna – warni. Mulai dari kuning, biru dongker, merah marun, biru, hijau, semuanya berkumpul di depan museum. Lalu kami semua berkumpul dan melakukan yel – yel mahasiswa. Menyanyikan lagu tentang kepedulian sosial dan segala gema perjuangan. Saya tidak terlalu kagum, karena saya juga pernah melakukan waktu masih aktif komunitas pecinta alam di kampung halaman. Bahkan ketika mereka (gabungan mahasiswa) membuat lingkaran dan mulai menyanyi – nyanyi dan orasi, saya minggir dan melihat mereka dari kejauhan. Saya berpikir tentang apa yang mereka lakukan. Kurang kerjaan. Guman saya dalam hati. Disamping saya tidak hapal lagunya, cuaca saat itu juga terik. Jadi saya memutuskan untuk meneduh di pepohonan di pinggiran tempat parkir itu. Sampai pandangan saya tertuju pada truk. Sekitar 10 truk masuk ke parkiran museum. Truk – truk tersebut berisikan petani Kendeng. Ya, petani yang sedang terkena masalah sengketa lahan dengan sebuah perusahaan semen di Indonesia. Jumlah mereka sangat banyak. Mungkin hampir sama dengan jumlah mahasiswa atau bahkan lebih. Mereka membawa tulisan – tulisan untuk meminta pembebasan lahan mereka. Turunnya mereka dari truk, membuat saya penasaran dan mendekat ke kerumunan mahasiswa dan para petani itu.

 
Para mahasiswa juga masih menyuarakan orasi tentang kedatangan para pejuang kendeng itu. Begitu mereka menyebutnya. mereka, para mahasiswa dan para petani melebur dalam sebuah lingkaran. Mereka begitu bersemangat. Rasa penasaran mengantarkanku ke tengah – tengah sekumpulan itu. Para mahasiswa yang bernyanyi dan berorasi itu berhenti ketika dua kelompok itu benar – benar melebur. Kami saling melihat. Lalu salah seorang dari petani memberikan aba – aba untuk menyanyikan Indonesia Raya. Disinilah saya mematung, mereka semua bernyanyi dengan hikmat. Saya melihat wajah – wajah lusuh para petani dan dan wajah semangat dari para mahasiswa. Disini saya tertegun. Mereka benar – benar berjuang untuk hidup, bukan untuk main – main dan sekedar mencari muka dan dikasihani. Mereka benar – benar bernyanyi untuk Indonesia yang seharusnya RAYA. Raya tanpa pengecualian. Tanpa saya sadari, air mata ini mulai keluar. Hampir membasahi pipi namun segera saya usap keran malu jika dilihat salah satu teman saya. Di bait kedua, saya ikut bernyanyi dengan suara gemetar yang saya paksa lantang. Saya tak kuat melihat para petani itu memperjuangkan tanahnya sendirian. Disana ada anak – anak, bapak – bapak, bahkan ibu – ibu yang berpakaian layaknya ibu pada umumnya. Mereka semua memperjuangkan apa yang menjadi hak nya. Ini nyata. Ini benar – benar manusia yang berada di hadapanku. Tidak lagi melihat di televisi, tidak lagi rekayasa para warta berita. Ini benar benar terjadi di depan mataku. Setelah bemediasi dan berkoordinasi antara mahasiswa dan petani kendeng, kami semua berjalan menuju pengadilan dengan tertib dan mendengarkan keputusan dari majelis hakim.



Disini saya bukan ingin membahas demo itu benar atau salah, apalagi membahas permasalahan yang sedang menjadi tokoh utama demo tersebut. Saya tidak terlalu mengerti tentang hukum. Bahkan mungkin bisa dibilang saya tidak peduli. Namun berbeda dengan orang – orang yang menyerahkan jiwa, raga, dan materi mereka untuk peduli terhadap kejadian sosial seperti ini. Tokoh tokoh mahasiswa, maupun bukan, baik yang fokal atau ikutan, ingin sekali saya mempertanyakan kenapa mereka bisa ikut serta dalam aksi unjuk rasa ini. “kemanusiaan”. Saya berterimakasih kepada semua orang yang masih peduli dengan orang yang lain. Orang – orang yang mengorbankan absen kuliah mereka, absen kantor, makan, tidur siang, cuci baju, piknik, hanya untuk membela sesama manusia. Supaya manusia – manusia itu tidak direndahkan oleh manusia yang lain. Oleh manusia – manusia gila jabatan yang seenaknya berbuat. Saya tidak memposisikan diri sebagai pro atau kontra di salah satu pihak. Saya hanya memberikan pandangan yang saya alami. Di kejadian sebenarnya, ketika kemanusiaan mulai diperjual – belikan oleh manusianya.


Kenapa mereka begitu ikhlas mengikuti berbagai tahapan dan proses dari pengadilan hingga akhir. Disini saya tidak mengajak anda para pembaca sekalian untuk ikut demo. Tidak. Saya hanya menyampaikan apa yang terjadi di lokasi berbeda dengan yang di layar kaca. Orang – orang ini begitu ikhlas. Mungkin anda anda akan membenci ketika ada demo tentang agama, korupsi, gaji, namun semua akan berbeda. Ketika yang diperjuangkan adalah hati nurani terhadap kemanusiaan.



Semoga kita selalu diberi kesehatan dan keselamatan. Diberi kecerdasan dan akal pikiran. Dan yang terpenting adalah hati nurani.
Jaya rakyat Indonesia!

*ngomong - ngomong itu foto terakhir demo rembang yang akhirnya dimenangkan para petani, di gedung gubernuran, jalan pahlawan simpang lima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar